Memasuki decade baru pada abad ke-21 ini, kita telah disambut oleh berbagai kejutan dari ketidaknormalan dan hal-hal baru. Banyak hal baru yang dicipta untuk membuktikan kegagahan manusia dalam menguasai alamnya; berbagai teknologi mutakhir yang lahir dengan fitur yang jauh lebih galak dari pada pendahulunya diluncurkan tahun ini. Walau demikian, alam tak mau kalah menyatakan eksistensinya yang lama diremehkan manusia.

Memasuki 2020, sapaan hangat dating dari berita munculnya virus mematikan dari Negeri Tirai Bambu. Perbedaan budaya dan kebiasaan dijadikan alas an masyarakat dunia untuk menertawakan keadaan negara yang berada di belahan lain bumi, dada dibusungkan tinggi membanggan atas ilmu pengetahuan dan teknologi kesehatan yang dimilikinya. Melupakan bahwa pada dasarnya semua manusia adalah sama; makhluk lemah yang kapan saja dapat lenyap.

Tak lama berbangga diri, kerikil kecil, atau bongkahan batu besar yang menghalangi melejitnya peradaban manusia pada decade baru ini datang juga. Kita menamainya Coronavirus Disease, atau singkatnya Covid-19. Tiba-tiba peradaban manusia yang tadinya dibangun dengan begitu gagah dan maju selama seratus tahun terakhir goyah hanya dalam kurun waktu kurang dari enam bulan. Negara-negara maju dengan ekonomi raksasa secara pesat diperlambat sirkulasinya. Indonesia yang nyatanya bukan negara maju, apalagi negara adidaya merasakan besarnya dampak Covid-19.

Kasus di Indonesia sendiridi awali satu, kemudian sepuluh, laluseratus, tak lama limaratus, lalu seribu. Saat artikel ini ditulis, sudah lebih dari tujuh ribu orang yang dikonfirmasi terkena Covid-19, ratusan meninggal. Berbagai aktivitas normal masyarakat yang bertatap muka terpaksa dihentikan dan diganti dengan online meeting. Begitu pula dengan kegiatan belajar- mengajar.

Saat pemerintah mengumumkan dimulainya social distancing, siswa kelas XII sedang masa persiapan mengikuti ujian nasional. Satu langkah terakhir menuju kelulusan, ada saja halangannya. Ujian nasional diundur, kemudian dibatalkan. Harap-harap cemas, kami siswakelas XII selalu was-was terhadap berita terbaru dari Kemendikbud. Keikutsertaan dalam Ujian nasional bahwasannya adalah syarat kelulusan, bagaimana jadinya kami jika tidak mengikuti ujian nasional?

Akhirnya kami pun lega ketika pemerintah mengeluarkan keputusan pembatalan ujian nasional dan digantikan dengan akumulasi nilai rapor dan/atau nilai capaian ujian sekolah yang telah kami lewati. Sebagian besar siswa kelas XII bersorak senang bahwasannya kami berhasil lulus,  tanpa melewati ujian nasional. Sebagian lagi mengkhawatirkan masa depannya diperguruan tinggi karena memilih mengikuti ujian PTN.

Mereka yang sudah diterima di universitas pilihan sudah dapat bernafas lega karena pada dasarnya hanya perlu menunggu tahun ajaran baru dimulai sambil bersantai di rumah. Mereka yang sayangnya tidak lolos jalu rundangan, terpaksa menahan nafas sedikit lebih lama lagi di tengah ketidakpastian dan cekikan ruang. Tapi tak masalah, semua pasti akan berakhir baik.

Tak perlu khawatir jika sekarang nampaknya tidak ada jalan tetapi kaki harus terus melangkah. Terus melangkah saja karena kita pasti akan sampai ke suatu tempat, tempat yang lebih baik dari pada kemarin. Saat ini bumi sedang sakit, tapi bersama-sama kita pasti tetap bisa bertahan, lalu merasa bahagia ketika suatu hari nanti sama-sama melihat kebelakang dan berkata “kita melewatinya”.

Beberapa hanya harus merelakan waktu bermainnya, beberapa  harus merelakan waktu belajar bersama teman. Beberapa harus mengerjakan tugas di rumah, beberapa harus kehilangan pendapatan hariannya, dan beberapa harus merelakan tenaga, waktu, bahkan hidupnya untuk menyelamatkan yang lain. Hanya jangan pernah lupakan kita bersama-sama menghadapi Covid-19.

#StayHome #StaySave #LFH#WFH#

Gabriella (XII IPS 1)

SMA KRISTEN PETRA 5
Jl. Jemur Andayani XVII/2
Surabaya - 60236
Telp. (031) 8436474, 8412055
Faks. (031) 8412055